Pandemi viruscorona menjadi fenomen dan realitas sosial yang harus dihadapi masyarakat dunia, khususnya bagi masyarakat Indonesia.

Kita bisa lihat di sekitar kita bahwa sikap masyarakat menjadi over-protektif terhadap interaksi di lingkungannya. Sikap sosial individu saat ini sedikit banyak dipengaruhi oleh rasa takut tertularnya virus corona. Individu-individu menjadi lebih mudah menaruh curiga pada orang lain yang batuk, bersin, atau terlihat pucat maupun kondisi lain yang diklaim menjadi gejala corona.

Komunikasi, silaturahmi dan kegiatan-kegiatan lain termasuk dalam organisasi menjadi terkendala. Asumsi-asumsi di atas sifatnya memang masih spekulatif, tetapi pada point ini kita bisa merasakan bahwa coronavirus tidak saja mengancam kesehatan seseorang tetapi juga dapat menggebiri rasa sosial antar sesama.

Ketidakmampuan kita dalam mengelola emotional inteligence, rasa curiga, takut, sikap over-protektif dalam merespons isu corona ini memiliki potensi untuk merusak hubungan sosial dengan individu lain. Apalagi, jika kita hidup dan aktif dalam lingkungan pergaulan di kantor, sekolah, masyarakat/bertetangga, bahkan keluarga.

Cukup manusiawi ketika kita mulai memberikan respons antisipatif dalam melihat situasi saat ini. Namun, ada etika sosial yang perlu dijunjung tinggi dan dipelihara adalah hal penting agar hubungan dengan sesama tetap terjaga. Di sinilah bahwa, salah satu kunci utama adalah kesadaran individu, kita perlu memiliki inisiatif untuk mengurangi interaksi ketika kita berada dalam keadaan stamina yang kurang fit, adalah menghindari sentuhan dengan orang lain seperti berjabat tangan dan jarak berkomunikasi dan tentu memakai pelindung kesehatan, misalnya masker. simplenya adalah kesadaran diri dan memastikan orang lain aman dan nyaman bersama kita.

Lain halnya jika kita dalam kondisi sehat dan menemukan orang di sekitar kita yang terlihat tidak baik-baik saja. Etika sosial kita terhadap mereka bisa ditunjukkan dengan membujuk mereka untuk pergi ke klinik atau rumah sakit terdekat untuk periksa, atau sekadar bertanya kabar dan memberikan nasihat secara baik dan tidak menyinggung perasaan untuk menjaga kesehatan. Tindakan-tindakan sederhana ini kita lakukan tidak lebih dari menjaga kehati-hatian dan ujud antisipasi kolektif, tindakan melindungi diri dengan memastikan orang-orang di sekitar kita juga terlindungi. Sikap seperti ini adalah cermin dari etika sosial kita terhadap sesama, bahkan dalam kondisi darurat atau genting sekalipun.

Ketakutan terhadap corona bukan alasan untuk tidak memanusiakan sesama. Selain mengedepankan aspek materiil seperti menjaga perilaku hidup sehat, mengenakan masker, berolahraga rutin dan asupan gizi, aspek non materiil juga perlu dipelihara seperti etika sosial yang tercermin pada sikap peduli, saling pengertian, dan aware dengan lingkungan sosial kita. Ini yang harus kita jaga bersama, bahwa aspek sosiologi yang baik akan menghindarkan dan meminimalisir disorganisasi dan disfungsi sosial di masyarakat.

Kita tentu ingat bahwa ciri masyarakat adalah kedinamisan dalam perubahan di tatanan sosialnya saat mendapat stimulus tertentu – dalam hal ini rasa takut atas wabah virus corona. Kondisi perubahan ini bersifat interpenden. Artinya, sulit untuk dapat membatasi perubahan – perubahan pada masyarakat karena masyarakat merupakan mata rantai yang saling terkait. Oleh karena itulah, disorganisasi dan disfungsi sosial menjadi suatu keniscayaan.

Disorganisasi pada masyarakat akan mengarah pada situasi sosial yang tidak menentu. Sehingga dapat berdampak pada tatanan sosial di masyarakat. Wujud nyatanya berupa prasangka dan diskriminasi.

Hal ini bisa kita lihat bagaimana reaksi masyarakat saat ada warga masyarakat (indonesia) positif terjangkit virus corona. Misalnya, ada masyarakat yang mulai membatasi kontak sosialnya untuk tidak menggunakan angkutan umum, transportasi online, dan menghindari berinteraksi diruang sosial tertentu (seperti pasar dan mall) karena kuatir tertular virus corona.

Prasangka masyarakat ini tentu memiliki alasan logis. Sebab dalam perspektif epidemiologi, terjadinya suatu penyakit atau masalah kesehatan tertentu disebabkan karena adanya keterhubungan antara pejamu (host) – dalam hal ini manusia atau makhluk hidup lainnya, penyebab (agent) – dalam hal ini suatu unsur, organisme hidup, atau kuman infektif yang dapat menyebabkan terjadinya suatu penyakit, serta ingkungan (environment) – dalam hal ini faktor luar dari individu yang dapat berupa lingkungan fisik, biologis, dan sosial. kondisi keterhubungan antara pejamu, penyebab dan lingkungan adalah suatu kesatuan yang dinamis yang jika terjadi gangguan terhadap keseimbangan hubungan diantaranya, inilah yang akan menimbulkan kondisi sakit.(Kenneth J.Rothman,dkk,dalam buku modern epidemiology)

Berawal dari prasangka, akhirnya dapat muncul sikap diskriminasi. Sikap diskriminasi yang paling nyata terjadi berupa kekerasan simbolik. seperti tidak mau menolong orang lain secara kontak fisik langsung dengan orang yang diduga terjangkit virus corona.

Selain disorganisasi sosial, disfungsi sosial juga terjadi akibat rasa takut atas wabah virus corona. Disfungsi sosial membuat seseorang atau kelompok masyarakat tertentu tidak mampu menjalankan fungsi sosialnya. Individu sebagai makhluk sosial mulai membatasi kontak sosialnya dengan tidak mau menolong orang yang belum tentu positif terjangkit virus corona. Misal, ketika ada seseorang mendadak pingsan di depan apotek, kalau biasanya orang-orang menolong langsung (kontak langsung) maka sekarang orang tidak langsung menolong, tetapi menghubungi rumah sakit, puskesmas atau bahkan polisi.

Disfungsi sosial membuat individu justru mengalami gangguan pada kesehatannya. Dalam perspektif sosiologi kesehatan, kondisi sehat jika secara fisik, mental, spritual maupun sosial dapat membuat individu menjalankan fungsi sosialnya. Jika kondisi sehat ini terganggu – dalam kasus ini terganggu sosialnya. Tentu individu ini dinyatakan sakit.

Kondisi sakit di sini sebagaimana yang dikemukakan Talcott Parsons (1951) dalam bukunya “The Social System”, bahwa ia tidak setuju dengan dominasi model kesehatan medis dalam menentukan dan mendiagnosa individu itu sakit. Bagi Parsons, sakit bukan hanya kondisi biologis semata, tetapi juga peran sosial yang tidak berfungsi dengan baik. Parsons melihat sakit sebagai bentuk perilaku menyimpang dalam masyarakat. Alasannya karena orang yang sakit tidak dapat memenuhi peran sosialnya secara normal dan karenanya menyimpang dari norma merupakan suatu yang konsensual. Lalu apa wujud kondisi sakit secara sosial ini? Disorganisasi dan disfungsi sosial.

Terjadinya disorganisasi dan disfungsi sosial akan memicu efek bola salju (snowball effect) pada sektor kehidupan lainnya. Efek paling nyata adalah bidang ekonomi. Dampak dari diorganisasi dan disfungsi sosial karena wabah virus corona, membuat individu atau kelompok masyarakat mengalami penurunan produktivitas kegiatan ekonominya. Mulai dari kegiatan produksi, penjualan hingga kegiatan konsumtif. Selanjutnya, kondisi produktivitas kegiatan ekonomi warga negara /masyarakat akan berdampak pada tingkat pertumbuhan ekonomi negara.

Maka untuk itu, perlu upaya yang terintegrasi dalam pendekatan penanganan wabah virus corona ini, pandemi virus corona setidaknya mempunyai dampak,menciptakan kematian ,penyakit, kekurang nyamanan, kekurang-puasan, serta daya beli menurun dan kemiskinan.

Oleh karena, untuk menanggulangi wabah virus corona tidak hanya dilakukan dengan intervensi di bidang kesehatan saja, tetapi harus dilakukan secara terpadu (lintas sektoral),seperti melakukan Intervensi sosial. Intervensi sosial dilakukan sebagai upaya mengantisipasi kondisi masyarakat yang disorganisasi dan disfungsi sosial. Dengan adanya intervensi sosial, diharapkan dapat memperbaiki fungsi sosial atau mencegah individu atau kelompok masyarakat tertentu mengalami disfungsi akbikat fenomena corona.

Intervensi sosial yang dapat dilakukan oleh suatu negara (dan sudah dilakukan, terlepas dari tingkat efektifitasnya) adalah memberikan pelayanan sosial, pelayanan fisik, pelayanan psikososial, pelayanan ketrampilan dalam mencegah agar tidak terjangkit virus corona atau ketrampilan / kesadaran hidup sehat, pelayanan spiritual, pelayanan pendampingan dan pelayanan advokasi dan semua perlu sosialisasi yang baik.

Seperti di awal, bahwa butuh kesadaran yang mendalam dari semua elemen masyarakat atau individu sehingga semua dapat bersama sama melawan virus ini corona (khususnya) serta dampak dampak yang ditimbulkan, dengan satu harapan yaitu bebas dari virus corona secepatnya dan hidup normal dan kondusif.

Source : diubah dari infobuana