Menciptakan ruang pasar tanpa pesaing dan membiarkan kompetisi menjadi tidak relevan”, begitulah yang disampaikan W. Chan Kim dan Renee Mauborgne dalam buku “Blue Ocean Strategy’. Kim dan Mauborgne tidak pernah memungkiri akan adanya potensi persaingan mematikan antar pemain dalam salah satu industri. Namun kedua pakar ilmu strategi bisnis dari Insead Perancis ini tidak menyikapinya dengan menganggap persaingan tersebut sebagai suatu ancaman. Kedua pakar tersebut mencoba meredefinisikan persaingan yang sebelumnya berkonotasi ancaman, menjadi sebuah “golden gate” untuk menuju kepada terciptanya peluang bisnis yang baru dan tidak mematikan yang telah dilakukan pemain lain dalam suatu industri
.

1. Blue Ocean vs Red Ocean Strategy

Langkah awal bagi para pelaku bisnis untuk memulai “semangat” blue ocean strategy dalam bisnis yang dijalani adalah menjalani tahap-tahap konseptual seperti menciptakan blue ocean (creating blue ocean) dan aplikasi kerangka kerja dan alat analisis (analytical and framework). Tabel 1 berikut menggambarkan perbedaan signifikan antara strategi samudera merah dan samudera biru
Perbedaan Strategi Samudera Merah dan Samudera Biru
Strategy Samudera Merah                                    
  -bersaing dalam ruang pasar yang ada                  
  -memenangi kompetisi                                          
  -mengeksploitasi permintaan yang ada                 
  -memilih antara nilai – biaya (value-cost trade off)
  -memadukan seluruh sistem kegiatan perusahaan dgn pilihan strategis antara diferensiasi 
   atau biaya  murah
Strategy Samudera Biru
  -menciptakan ruang pasar yang belum ada pesaingnya
  -menjadikan kompetisi tidak lagi relevan
  -menciptakan dan menangkap permintaan baru
  -mendobrak pertukaran nilai biaya

  -memadukan seluruh sistem kegiatan perusahaan dlm mengejar diferensiasi dan biaya rendah

a. Menciptakan Blue Ocean (Creating Blue Oceans)
Menurut Kim dan Mauborgne, menuju blue ocean dan keluar dari persaingan berdarah dapat dilakukan dengan cara meninggalkan perusahaan sebagai unit bisnis, yang selama ini dijadikan tempat bernaungnya para pelaku bisnis. Yang dibutuhkan bukan menganalisis perusahaan maupun industri namun bertolak dengan strategic move, yakni serangkaian tindakan dan keputusan manajerial berkaitan dengan membuat penciptaan pasar. Pencipta dari blue ocean tidak pernah menggunakan benchmark persaingan. Inti dari blue ocean adalah value innovation, cara pandang baru mengenai sekaligus pelaksanaan strategi yang berujung pada penciptaan blue ocean dan keluar dari persaingan, dan lebih dari sekedar value creation serta innovation, sehingga dapat mengabaikan value-cost trade off. Value innovation merupakan batu pijak bagi strategi samudera biru. Inovasi nilai diciptakan dalam wilayah dimana tindakan perusahaan secara positif mempengaruhi struktur biaya dan penawaran nilai pada pembeli. Penghematan biaya dilakukan dengan menghilangkan dan mengurangi faktor yang menjadi titik persaingan dalam industri. Dalam perjalanan waktu, biaya berkurang lebih jauh ketika skala ekonomi bekerja setelah terjadi volume penjualan tinggi akibat nilai unggul yang diciptakan.

b. Kerangka Kerja dan Alat Analisis (Analytical Tools and Frameworks) 

Strategi Kanvas
Menurut W. Chan Kim dan Renee Mauborgne, strategi kanvas adalah kerangka aksi sekaligus diagnosis untuk membangun strategi samudera biru yang baik. Fungsi strategi kanvas adalah untuk merangkum situasi terkini dalam ruang pasar, serta memahami faktor apa saja yang sedang dijadikan ajang kompetisi dalam produk, jasa, dan pengiriman, serta memahami apa yang didapatkan konsumen dari penawaran kompetitif yang ada di pasar.
Kerangka Kerja Empat Langkah
Setelah pelaku bisnis memilih strategi menciptakan suasana blue ocean, langkah selanjutnya adalah membuat kerangka kerja dan alat analisis untuk memulai pekerjaan besar, yaitu menciptakan bisnis “bersemangatkan” blue ocean. Analytical tools dari blue ocean strategy untuk kelak dijadikan framework dalam memijaki berbagai keputusan bisnis, adalah menyangkut pertanyaan-pertanyaan kristis yang layaknya para pelaku bisnis gunakan untuk dapat menjawab berbagai tantangan yang ada. Pertanyaan kritis tersebut ditujukan untuk menciptakan suatu framework yang dinamakan “the four actions framework”. Hasil dari menjawab pertanyaan tersebut menghasilkan rambu-rambu tentang apa saja yang harus dilakukan oleh pelaku bisnis hapuskan, kurangi, ciptakan, dan tingkatkan agar tercipta blue ocean.
Pertanyaan pertama memaksa para pelaku bisnis mempertimbangkan penghilangan faktor-faktor yang sudah lama menjadi ajang persaingan bagi perusahaan-perusahaan dalam industri yang digeluti. Seringkali faktor-faktor tersebut diterima begitu saja, meskipun faktor-faktor tersebut tidak lagi memiliki nilai atau bahkan mengurangi nilai. Terkadang ada perubahan fundamental dalam apa yang dihargai sebagai nilai oleh pembeli, tapi pelaku bisnis yang berfokus pada pengembangan diri (benchmark) satu sama lain tidak menanggapi, atau bahkan tidak melihat perubahan tersebut.

Pertanyaan kedua memaksa para pelaku bisnis untuk menentukan apakah produk atau jasa mereka selama ini dirancang terlalu berlebihan untuk mengikuti irama kompetisi dan mengalahkannya. Disini, pelaku bisnis terlalu berlebihan dalam melayani konsumen dan meningkatkan struktur biaya mereka tanpa menghasilkan apa pun.

Pertanyaan ketiga mendorong para pelaku bisnis untuk menguak dan menghilangkan kompromi-kompromi yang dipaksakan industri pada konsumen. Sedangkan pertanyaan keempat membantu para pelaku bisnis menemukan sumber-sumber nilai yang sepenuhnya baru bagi pembeli dan menciptakan permintaan baru serta mengubah pemberian harga strategis industri.

Keberhasilan tahap penggunaan analytical tools dan pembentukan the four actions frameworks, dapat dilihat dari beberapa parameter konseptual. Seperti tingkat fokus (kefokusan) suatu strategi yang ditetapkan pelaku bisnis. Selanjutnya adalah divergensi, dimana dimaksudkan adalah para pelaku bisnis yang mencoba untuk keluar dari mainstream jenis bisnis atau tipe strategi bisnis red ocean. Selain itu adalah dimana pelaku bisnis mencoba membuat suatu compelling tagline, atau dapat diartikan bahwa sebuah pencanangan strategi blue ocean yang baik adalah dengan adanya suatu motto yang jelas dan memikat, sehingga hal tersebut dapat memacu semangat kerja yang sehat dan menjaring konsumen potensial dengan cara adil.

The four actions frameworks memungkinkan para pelaku bisnis untuk melihat masa depan pada saat sekarang, atau dapat dikatakan sebagai pengetahuan strategis mengenai status terkini dan masa depan suatu model bisnis. Ada suatu pertanyaan yang layaknya dijawab oleh para pelaku bisnis, yaitu apakah suatu model bisnis yang dijalani pantas untuk kelak menjadi market leader.

Ketika frameworks memenuhi beberapa parameter yang mendefinisikan strategi blue ocean yang baik yaitu fokus, divergensi, compelling tagline yang disampaikan kepada pasar, berarti para pelaku bisnis sedang berada pada jalan yang benar. Di sisi lain, ketika frameworks yang dicanangkan terasa kurang fokus, struktur biayanya akan cenderung tinggi dan model bisnisnya cenderung kompleks untuk diimplementasikan dan dieksekusi. Jika tidak memiliki divergensi, strategi suatu para pelaku bisnis hanya menjadi initiator yang tak bisa menonjol dalam ruang pasar. Jika tidak memiliki compelling tagline yang mampu menarik para konsumen, strategi para pelaku bisnis hanya akan menjadi wacana internal atau menjadi contoh klasik dari inovasi demi kepentingan inovasi semata, yang tidak memiliki potensi komersil dan kemampuan alamiah untuk lepas landas.

2. Merumuskan Strategy Blue Ocean
Setelah mengaplikasikan dua langkah awal dalam menciptakan “semangat” blue ocean dalam bisnis yang dijalaninya, selanjutnya pelaku bisnis harus menjalani tahap berikutnya yaitu merumuskan strategi samudra biru (formulating blue ocean strategy). Tahap ini terdiri dari enam prinsip yaitu:

a. Merekonstruksi batasan-batasan pasar (reconstruc market boundaries)
Apabila para pelaku bisnis mengikuti berbagai kesamaan-kesamaan mengenai bagaimana mereka berkompetisi, semakin besar pula tingkat kemungkinan titik temu (konvergensi) kompetitif di antara mereka. Untuk melapaskan diri dari red ocean, perusahaan harus melakukan hal-hal yang berlawanan dengan batasan-batasan umum mengenai cara mereka berkompetisi. Prinsip pertama blue ocean strategy adalah merekonstruksi batasan-batasan pasar, untuk menjauh dari kompetisi dan tentunya menciptakan blue ocean. Tantangannya adalah bisa mengidentifikasi dari sekian banyak kemungkinan yang ada, lalu menemukan peluang menciptakan bisnis “bersemangatkan” blue ocean yang menarik secara komersil. Sangat penting untuk mengetahui tantangan ini, karena apabila boleh memilih, para pelaku bisnis tidak ingin mempertaruhkan strategi bisnis mereka dengan penggunaan intuisi, yang mengesankan para pelaku bisnis tidak ubahnya sebagai seorang pribadi.

Terdapat enam jalan yang dapat dilakukan, untuk merekonstruksi batasan-batasan pasar, yaitu
1) Mencermati Industri-Industri Alternatif
2) Mencermati Kelompok-kelompok strategis industri
3) Mendefinisikan rantai pembeli
4) Mencermati penawaran produk dan jasa pelengkap
5) Mencermati daya tarik emosional atau fungsional bagi pembeli
6) Mencermati waktu

b. Fokus Pada Gambaran Besar, Bukan Pada Angka (focus on the big picture, not the numbers)
Rekonstruksi batasan-batasan pasar yang lazim dilakukan kebanyakan pelaku bisnis menjadi suatu batasan-batasan pasar yang baru dan “bersemangatkan” blue ocean bukanlah langkah akhir dalam upaya menciptakan ruang pasar yang tanpa adanya pesaing, sehingga pelaku bisnis dapat bergerak leluasa dalam pasar yang tidak ada pesaing sama sekali. Memang pekerjaan merekonstruksi pasar terkesan merupakan pekerjaan yang relatif berat, sehingga layak ditempatkan sebagai pekerjaan puncak, yang apabila diselesaikan akan mengantarkan pelaku bisnis di “podium” kesuksesan mutlak. Apabila pelaku bisnis hanya berpikir atau bertindak sampai tahap ini, maka tidak dapat dipungkiri bahwa mereka lagi-lagi terjebak dalam pasar red ocean. Ada prinsip yang harus ditanamkan, agar menjadi spirit blue ocean dalam jangka panjang, yaitu fokus pada gambaran besar, bukan pada angka.

Angka yang sering kali dalam dunia bisnis dikonotasikan dengan nominal uang, pada suasana kompetisi red ocean sering dijadikan ukuran, apakah suatu strategi bisnis cukup baik atau tidak, baik secara konseptual teoritis ataupun praktis. Namun, tidak demikian dengan semangat penciptaan blue ocean. Prinsip fokus pada gambaran besar, bukan pada angka merupakan kunci untuk mengurangi risiko perencanaan investasi tenaga dan waktu yang terlalu besar, dengan hanya berupa langkah taktis red ocean. “Big picture” yang dimaksudkan disini adalah apa yang lazim disebut dengan visi dari suatu perusahaan, yang merupakan tempat bernaungnya para pelaku bisnis. Visi tersebut pun tidak dengan “asal” saja dibuat, hanya untuk meraih keuntungan finansial semata, visi dibuat berdasarkan inovasi terus menerus bersemangatkan blue ocean, maka harus ada landasan yang jelas dalam memproklamirkannya.

Visi yang dapat dikomunikasikan baik dengan partner pelaku bisnis ataupun dengan konsumen, biasanya yang berisikan faktor-faktor emosional, sehingga pelaku bisnis dinilai ingin menciptakan suatu jalinan tali silaturahmi, dibandingkan terlihat mementingkan pencapaian profit. Visi yang baik kelak akan dapat diturunkan menjadi suatu strategi taktis untuk mengantarkan pelaku bisnis menggeluti pasar blue ocean, dimana dalam eksekusi strategi tersebut dapat terlihat secara tersirat akan semangat visi dari blue ocean.

c. Menjangkau Melampaui Permintaan yang Ada (reach beyond existing demand)
Menjangkau melampaui permintaan yang ada merupakan komponen kunsi dalam mencapai inovasi nilai. Untuk mencapai hal ini, pelaku bisnis harus menentang dua praktik strategi konvensional. Pertama, berfokus pada konsumen yang ada. Kedua, dorongan mempertajam segmentasi demi mengakomodasi perbedaan di pihak pembeli. Mereka perlu melihat “non konsumen” yang ditempatkan sebagai pasar yang potensial dibandingkan berkonsentrasi pada konsumen. Pelaku bisnis harus menawarkan sesuatu hal yang masal atau umum agar dapat pula menjangkau nonkonsumen. Hal ini pula yang memungkinkan pelaku bisnis untuk menjangkau melampaui permintaan yang ada, demi membuka “pintu” lebar untuk masuknya konsumen baru, yang sebelumnya berperan sebagai nonkonsumen.

Ada tiga tingkatan nonkonsumen yang bisa diubah menjadi konsumen. Tiga tingkatan ini berbeda dalam hal jarak relatif mereka terhadap pasar. Tingkat pertama dari nonkonsumen adalah yang terdekat dengan pasar yang digeluti oleh pelaku bisnis. Tingkat pertama tersebut adalah kelompok yang akan segera menjadi nonkonsumen. Kelompok tersebut menggunakan produk untuk sementara karena kebutuhan. Ketika ada alternatif yang lebih baik, kelompok tersebut akan meninggalkan produk yang lama. Tingkat kedua adalah kelompok yang menolak produk di pasar karena merasa tidak efektif dan tidak terjangkau. Kebutuhan kelompok tersebut dipenuhi sarana lain atau diabaikan. Tingkatan ketiga adalah kelompok yang belum terjamah dan tidak dibidik oleh pemain manapun dalam industri, karena kebutuhan mereka dan peluang bisnis terkait, selalu dianggap telah menjadi milik pasar-pasar yang lain.

d. Menjalankan Rangkaian Strategis Secara Benar (get the strategic sequence right)
Pelaku bisnis telah membangun sebuah framework strategi yang dengan jelas mengungkapkan blue ocean strategy masa depan. Dan pelaku bisnis telah menjajaki cara meningkatkan jumlah massa pembeli yang tertarik pada ide mereka. Tahapan berikutnya adalah membangun suatu model bisnis kuat, untuk memastikan bahwa pelaku bisnis dapat mencetak laba yang “sehat” dari ide akan kemunculan bisnis yang bersemangatkan blue ocean. Hal ini membawa para pelaku bisnis kepada prinsip menjalankan rangkaian strategis secara benar.

Kegunanaan dari tahap ini adalah untuk memastikan kesinambungan komersial, dari rangkaian strategis dalam menguatkan semangat ide blue ocean. Dengan memahami rangkaian strategis yang benar dan memahami cara menilai ide-ide blue ocean, berlandaskan kriteria-kriteria kunci dalam rangkaian tersebut, pelaku bisnis dapat mengurangi risiko dari suatu model bisnis yang akan dijalaninya.

3. Mengeksekusi Strategi Blue Ocean (Executing Blue Ocean Strategy)

Tahap ini adalah suatu tahap keseriusan yang harus dijalani oleh pelaku bisnis apabila mereka ingin benar-benar mengaplikasikan blue ocean strategy. Ada tiga bagian untuk mengeksekusi strategi samudra biru yaitu mengatasi hambatan-hambatan utama organisasi (ovecome key organizational hardles), mengintegrasikan eksekusi ke dalam strategi (build execution into strategy), kelanggengan dan pembaruan strategi samudra biru (the sustainability and renewal of blue ocean strategy).

a. Mengatasi Hambatan Utama Organisasi (ovecome key organizational hardles)

Setelah mengembangkan blue ocean strategy dengan model bisnis yang menguntungkan, pelaku bisnis hendaklah segera mengeksekusi strategi tersebut. Tentu saja setiap strategi memiliki kesulitan tersendiri untuk dieksekusi. Tetapi dibandingkan dengan strategi red ocean, strategi blue ocean melambangkan langkah yang signifikan meninggalkan status quo (resistant to change – pihak yang enggan untuk diajak melakukan perubahan dalam berbisnis). Blue ocean strategy dilandaskan pada pergeseran dari konvergensi ke divergensi dalam framework dengan biaya lebih rendah. Hal ini meningkatkan kadar kesulitan eksekusi.

Ada empat hambatan yang relatif berat dihadapi pelaku bisnis di dalam perusahaan yang dinaunginya, dalam rangka mengajak seluruh partner di perusahaan untuk bahu-membahu menjalankan strategi blue ocean yang telah dibuat. Hambatan pertama yaitu hambatan kognitif, yaitu dalam hal menyadarkan partner dalam perusahaan akan pentingnya perpindahan strategis. Red ocean mungkin bukan jalan menuju pertumbuhan menguntungkan di masa depan, namun red ocean terasa nyaman bagi partner-partner dan bahkan masih berguna bagi perusahaan. Pertanyaan para pendukung status quo adalah, untuk apa mengubah kondisi ini?

Hambatan kedua adalah keterbatasan sumber daya. Semakin besar pergeseran strategi, semakin besar sumber daya yang dibutuhkan untuk mengeksekusi strategi itu. Akan tetapi isu yang saat ini beredar adalah pemangkasan sumber daya, guna menciptakan tingkat efisiensi yang tinggi.

Hambatan ketiga adalah motivasi. Bagaimana pelaku bisnis memotivasi partner-partner kunci untuk bergerak cepat dan dengan tangkas meninggalkan status quo? Hal ini biasanya membutuhkan waktu yang relatif lama, karena kendala dalam upaya mengubah sudut pandang konservatif ke arah yang cenderung agresif.

Hambatan terakhir adalah hambatan politis, yang berupa hambatan-hambatan dari para petinggi perusahaan, di tempat para pelaku bisnis bernaunng, yang diklaim memiliki kepentingan-kepentingan kuat akan kemajuan kegiatan bisnis perusahaan.

b. Mengintegrasikan Eksekusi Ke Dalam Strategi (Build Execution Into Strategy)

Mengintegrasikan eksekusi ke dalam strategi merupakan prinsip lanjutan pembentukan strategi blue ocean. Hal ini penting dalam urusan membangun kepercayaan dan komitmen partner-partner dalam perusahaan pelaku bisnis. Prinsip ini memungkinkan perusahaan untuk meminimalkan risiko manajemen dari ketidakpercayaan, penolakan kerja sama, dan bahkan sabotase. Risiko manajemen ini hadir baik dalam eksekusi red ocean maupun blue ocean, namun risiko tersebut terasa lebih besar dalam blue ocean strategy, karena pengeksekusiannya kerap memerlukan perubahan signifikan. Maka pelibatan seluruh stakeholder perusahaan pelaku bisnis dapat memperbesar probabilitas sukses eksekusi dari blue ocean, karena mereka sedikit banyaknya mengetahui risiko yang dihadapi, dan bersama-sama saling membekali kemampuan untuk meminimalisir risiko bisnis. Terlebih dari kesemua itu, secara psikologis apabila partner-partner turut dilibatkan dalam perancangan suatu strategi (bukan hanya menggunakan strategi yang sudah ada), maka mereka akan merasa diperlakukan adil dan kemungkinan besar meningkatkan loyalitasnya terhadap perusahaan.

                                                                    = = =$= = =
Dengan paparan kedua strategy baik blue ocean maupun red ocean, secara akademis tentunya kita dituntut untuk selalu kritis dalam hal mempertanyakan, apakah apabila telah melewati “golden gate” dalam menciptakan peluang bisnis terbaru dan tidak mematikan pemain lainnya, dijamin tidak mungkin adanya pihak yang melakukan “kelatahan” menapaki bisnis yang serupa dengan apa yang telah dijalankan? Apabila hal tersebut terjadi, maka akan sama saja yaitu tetap berpotensi menimbulkan persaingan head-to-head. Selain itu yang perlu digaris-bawahi bahwa masalahnya juga adalah bagaimana sukses di dalam blue ocean itu sendiri, dalam arti bagaimana perusahaan dapat secara sistematis memaksimalkan peluang dan meminimalkan ancaman agar semua upaya menjadi tidak sia-sia. Berdasarkan skenario ini terbukti bahwa konsep blue ocean strategy harus selalu disinergikan dengan berbagai macam konsep, baik konsep bisnis ataupun konsep non-bisnis yang telah ada sebelumnya agar dapat membuahkan berbagai bentuk keuntungan dalam implementasi.

Sinergi konsep blue ocean strategy dengan sesama konsep bisnis lainnya bertujuan untuk saling membandingkan dan selanjutnya memperlihatkan keuntungan apa saja yang akan didapat oleh setiap pebisnis dari pengikut-sertaan konsep blue ocean strategy di dalam strategi bisnis lainnya tanpa memasukkan unsur-unsur konseptual dari blue ocean strategy. Selain itu sinergi strategi ini dirasakan amat berguna untuk menghidari sikap idealis pebisnis yang ingin tampil beda, lalu dengan “over confident” memutuskan untuk menerapkan konsep blue ocean strategy sebagai strategi bisnis yang dijalankan untuk memajukan bisnisnya, tanpa mengikut-sertakan konsep-konsep bisnis lainnya. Salah satu skenario buruk yang kemungkinan terjadi akibat sikap idealis ini adalah ketika ada pemain lain yang melakukan langkah bisnis yang serupa. Karena berpegang teguh untuk selalu dapat keluar dari persaingan, maka kemungkinan yang dilakukan oleh pebisnis adalah melakukan pembentukan ulang model bisnis dan produk yang ditawarkan kepada konsumen. Hal ini dapat berakibat fatal seperti terciptanya isu ketidak-konsistenan perusahaan di mata konsumen, dan pula amat berpotensi menuntut suatu investasi baru yang berjumlah besar untuk keperluan pengembangan inovasi. Hal-hal tersebut secara otomatis turut memperbesar risiko perusahaan dalam operasionalisasi kinerja berbisnis.

Sebagai salah satu langkah bijak dalam mengaplikasikan konsep blue ocean strategy, adalah dengan cara lebih menempatkan konsep blue ocean sebagai suatu bingkai dan “bumbu penyedap” atau pula “rambu-rambu” dari berbagai strategi bisnis konvensional lainnya (strategi bisnis yang menempatkan persaingan sebagai ancaman, dan tidak terlalu menuntut suatu investasi baru apabila diserang oleh pemain bisnis lainnya demi mempertahankan prinsip tidak ingin bersaing dan mengutamakan diferensiasi).
Sumber : My Document