Model kualitas jasa yang populer dan menjadi acuan bagi banyak peneliti adalah model SERQUAL (service quality) yang pada awalnya dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml dan Berry. Model ini juga dikenal sebagai Gap Analysis Model yang berkaitan erat dengan model kepuasan pelanggan yang mendasarkan pada ancangan diskonfirmasi (Oliver, 1997). Dalam ancangan ini ditegaskan bahwa bila kinerja pada suatu atribut (attribute performance) meningkat lebih besar daripada harapan (expectations) atas atribut bersangkutan, maka persepsi terhadap kualitas jasa akan positif dan begitupula sebaliknya.

Dalam model SERQUAL ada 2 pokok plot fenomena yaitu bagian pertama adalah fenomena yang berkaitan dengan pelanggan dan bagian kedua menggambarkan fenomena dalam perusahaan penyedia jasa. Konsumen memiliki preferensi jasa yang didasarkan oleh pengalaman masa lalu, kebutuhan pribadi pelanggan dan komunikasi gethok tular (word of mouth), jasa yang diharapkan (expected service) serta dipengaruhi oleh aktivitas komunikasi pemasaran perusahaan.

Pada sisi lainnya, jasa yang dipersepsikan pelanggan merupakan hasil dari serangkaian keputusan dan aktivitas internal perusahaan. Persepsi manajemen terhadap ekspektasi pelanggan akan mendorong/memandu keputusan yang menyangkut spesifikasi kualitas jasa yang harus ditetapkan perusahaan dan diimplementasikan dalam penyampaian jasa kepada pelanggan. Dalam model ini juga menggambarkan komunikasi pemasaran dapat mempengaruhi perceived service dan expected service.

Model Gap analysis, menjelaskan setidaknya ada 5 (lima) gap yang menggambarkan fenomena kualitas jasa. Gap yang pertama adalah gap antara harapan pelanggan dengan persepsi manajemen. Gap ini memberikan pemahaman bahwa pihak manajemen mempersepsikan ekspektasi pelanggan terhadap kualitas jasa secara tidak akurat. Beberapa kemungkinan penyebabnya adalah informasi yang diperoleh dari riset pasar dan analisis permintaan kurang akurat, intepretasi yang kurang akurat atas informasi mengenai ekspektasi pelanggan, tidak adanya analisis permintaan, buruknya atau ketiadaan aliran informasi ke atas (upward information) dari staf kontak pelanggan ke pihak manajemen.

Gap kedua adalah Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa (standar gap). Gap ini mengartikan bahwa spesifikasi kualitas jasa tidak konsisten dengan persepsi manajemen terhadap ekspektasi kualitas. Hal ini memungkinkan disebabkan oleh tidak adanya standar kinerja yang jelas, kesalahan perencanaan/prosedur, manajemen perencanaan yang buruk, penetapan tujuan organisasi yang kurang jelas, kurangnya dukungan manajemen puncak terhadap perencanaan kualitas jasa, kurangnya sumber daya dan situsai permintaan yang berlebihan.

Gap ketiga adalah gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa (delivery gap). Gap ini mengartikan bahwa spesifikasi kualitas jasa tidak terpenuhi oleh kinerja dalam proses produksi dan penyampaian jasa. Hal ini disebabkan oleh beberapa  hal yaitu spsesifikasi kualitas yang rumit dan terlalu kaku, karyawan tidak memiliki kesepakatan yang sama terhadap spesifikasi yang direncanakan (mungkin tidak menyukai/tidak cocok), manajemen operasi yang buruk, tidak optimalnya aktivitas internal marketing serta teknologi dan sistem yang memfasilitasi jasa.

Gap ke-empat adalah gap antara penyampian jasa dan komunikasi ekspternal (communication gap). Gap ini artinya bahwa janji-janji yang disampaikan melalui aktivitas komunikasi pemasaran tidak konsisten dengan jasa yang disampaikan kepada pelanggan. Beberapa faktor yang memungkinkan menjadi penyebabnya adalah perencanaan komunikasi pemasaran tidak terintegrasi dengan operasi jasa, kurangnya koordinasi antara aktivitas pemasaran eksternal dengan bagian operasi jasa, organisasi gagal memenuhi spesisifikasi yang ditetapkan dan adanya over promise kepada pelanggan/pasar.

Gap terakhir atau kelima adalah gap antara jasa yang dipersepsikan dan jasa yang diharapkan (service gap). Gap ini berarti bahwa jasa yang dipersepsikan tidak konsisten dengan jasa yang diharapkan. Gap ini dapat menimbulkan sejumlah konsekuensi negative, misalnya kualitas buruk, masalah gethok tulas/word of mouth yang negative, citra korporat/penyedia jasa serta kehilangan pelanggan. Gap ini dapat terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja/prestasi perusahaan berdasarkan kriteria yang berbeda atau dapat juga mereka keliru mengintepretasikan kualitas jasa yang bersangkutan.

Demikian beberapa hal yang berkaitan dengan dengan kualitas jasa khususnya dari pendekatan model analisis gap SERQUAL. Jika kita mempelanjari manajemen kualitas jasa maka dalam banyak literature terdapat banyak pendekatan-pendekatan yang dapat dijadikan sebagai dasar menciptakan kualitas jasa yang kita tawarkan ke pelanggan. Pada dasarnya model serqual tetap mendudukan indikator kualitas jasa yaitu bukti fisik, reliabilitas, daya tanggap, jaminan dan empati.