Keadilan, kata ini mempunyai arti yang sangat sensitif dan sejarah pemikiran yang panjang semenjak masa Yunani Kuno.Secara hakiki, dalam diskursus hukum, sifat dari Keadilan itu dapat dilihat dalam 2 arti pokok, yaitu dalam arti formal yang menuntut bahwa hukum itu berlaku secara umum, dan dalam arti materil yaitu menuntut agar setiap hukum harus sesuai dengan cita-cita keadilan masyarakat.
Akan tetapi jika ditinjau dalam konteks yang lebih luas, pemikiran tentang Keadilan tersebut berkembang dengan pendekatan yang berbeda-beda, karena perbincangan tentang tema Keadilan yang tertuang dalam banyak literatur, tidak mungkin tanpa melibatkan tema-tema moralm politik dan teori hukum yang ada. Oleh karenanya menjelaskan mengenai keadilan secara tunggal hampir0hampir sulit untuk dilakukan.
Perdebatan tentang pemikiran Keadilan secara garis besarnya terbagi dalam 2 arus pemikiran, yaitu Keadilan yang Metafisik dan Keadilan yang Rasional. Pemikiran Keadilan Metafisik diwakili oleh Plato sedangakan pemikiran Keadilan rasional diwakili oleh Aristoteles. Keadilan Metafisik, sebagai mana diungkapkan oleh Plato, bahwa sumber keadilan itu asalnya dari inspirasi dan intuisi. Sedangkan, Keadilan Rasional mengambil pemikirannya dari prinsip-prinsip umum dari rasionalitas tentang Keadilan. Keadilan rasional mencoba menjawab perihal keadilan dengan cara menjelaskannya secara ilmiah atau setidaknya kuasi-ilmiah yang didasari oleh alasan-alasan yang rasional. Sedangkan dalam pemikiran keadilan Metafisik, mempercayai eksistensi Keadilan sebagai sebuah kualitas atau suatu fungsi di atas dan di luar makhluk hidup, dan oleh sebab itu tidak dapat dipahami menurut kesadaran manusia berakal.
Pemeteaan kedua pemikiran tentang Keadilan tesebut, kemudian di tegaskan oleh John Rawls, dan menyatakan bahwa aliran pemikiran Keadilan yang pada dasarnya tidak berbeda dengan pemikiran diatas, yaitu pemikiran Keadilan terbagi atas 2 arus utama, yaitu aliran Etis dan aliran Institutif. Aliran Etis menghendaki Keadilan yang mengutamakan hak daripada manfaat, sedangkan Aliran Institutif adalah sebaliknya, yaitu mengutamakan manfaat daripada hak.
Dari adanya aliran-aliran tersebut, bukan berarti bahwa pemikiran mengenai keadilan dapat dirumuskan secara konseptual dengan sedherhana, sebab karena setiap atau masing masing pemikir mempunyai pengertian atau konsep yang beragam tentang Keadilan itu sendiri. Kita bisa lihat banyak pemikir yag mendefinisikan Keadilan secara beragam, dan di bawah ini adalah beberapa Pengertian Keadilan yang disampaikan oleh para pemikir Keadilan:
- (iustitia est constans et perpetua voluntas ius suum cuique tribuendi – Ulpianus), Keadilan adalah kemauan yang bersifat tetap dan terus menerus untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya untuknya .
- Keadilan adalah suatu kebijakan politik yang aturan-aturannya menjadi dasar dari peraturan negara dan aturan-aturan ini merupakan ukuran tentang apa itu hak (Aristoteles)
- Keadilan adalah kebajikan yang memberikan hasil, bahwa setiap orang mendapat apa yang merupakan bagiannya (Keadilan Justinian)
- Setiap orang bebas untuk menentukan apa yang akan dilakukannya, asal ia tidak melanggar kebebasan yang sama dari orang lain (Herbert Spencer)
- Roscoe Pound melihat bahwa Keadilan adalah hasil hasil yang konkret yang bisa diberikan kepada masyarakat.
- Tidak ada arti lain bagi keadilan kecuali persamaan pribadi (Nelson)
- Norma keadilan menentukan ruang lingkup dari kemerdekaan individual dalam mengejar kemakmuran individual, sehingga dengan demikian membatasi kemerdekaan individu di dalam batas-batas sesuai dengan kesejahteraan umat manusia (John Salmond)
- Hans Kelsen menyatakan bahwa “Keadilan bagi saya adalah suatu tertib sosial tertentu yang di bawah lingkungannya usaha untuk mencari kebenaran dapat berkembang dengan subur. Keadilan saya karenanya adalah keadilan kemerdekaan, keadilan perdamaian, keadilan demokrasi-keadilan toleransi”.
- John Rowls mengkonsepkan keadilan sebagai fairness, yang mengandung asas-asas, “bahwa orang-orang yang merdeka dan rasional yang berkehendak untuk mengembangkan kepentingan-kepentingan hendaknya memperoleh suatu kedudukan yang sama pada saat akan memulainya dan itu merupakan syarat yang fundamental bagi mereka untuk memasuki perhimpunan yang mereka kehendaki”.
Ragam pengertian Keadilan yang demikan banyak, merupakan konskuensi dari subtansi teori keadilan yang dikembangkan oleh para pakar diatas. Tiap pemikir mempunyai subtansi (teori) Keadilan yang pasti berbeda, tergantung dari pendekatannya masing masing. Sebut saja John Rowls misalnya, yang membangun teorinya secara teliti mengenai Keadilan, dimana baginya keadilan itu tidak saja meliputi konnsep moral tentang individunya tetapi juga mempersoalkan mekanisme dari pencapaian keadilan itu sendiri, termasuk bagaimana hukum turut serta mendukung upaya tersebut. Sama halnya dengan Aristoteles yang menyususn pemikiran Keadilan yang dipengaruhi oleh pendekatan aritmetis dan geometris, ketika Keadilandibagi ke dalam dua lingkup, yaitu Justitia Distributiva dan Juistitia Commutitiva. Dengan demikian jelas bahwa dalam menentukan pengertian Keadilan, baik secara formal maupun substansial, hal ini rasanya sangat sulit ditentukan secara definitif. Keadlian itu dapat berubah-ubah isinya, tergantung dari pihak siapa yang menentukan isi Keadilan itu, termasuk juga faktor-faktor lainnya yang turut membentuk konteks Keadilan itu, misalnya tempat dan waktunya. Namun secara umum, ada unsur-unsur formal dari keadilan – sesuai dengan pembagian aliran keadilan menurut Kelsen dan Rawl, yang pada dasarnya terdiri atas :
- Bahwa Keadilan merupakan nilai yang mengarahkan setiap pihak untuk memberikan perlindungan atas hak hak yang dijamin oleh hukum (unsur hak)
- Bahwa perlindungan ini pada akhirnya harus memberikan manfaat kepada setiap individu (unsur manfaat)
Dengan unsur nilai Keadilan yang demikian yang dikaitkan dengan unsur hak dan manfaat – ditambah bahwa dalam diskursus hukum, perihal realisasi hukum itu berwujud lahiriyah, tanpa mempertanyakan terlebih dahulu itikad moralnya, maka nilai Keadilan di sini mempunyai aspek empiris juga, disamping aspek idealnya. Maksudnya adalah apa yang dinilai adil, dalam konteks hukum harus dapat diaktualisasikan secara konkret menurut ukuran manfaatnya. Dengan adanya ukuran manfaat nilai Keadilan itu pada akhirnya Keadilan dapat dipandang menurut konteks yang empiris pula.
Dimisalkan, seorang terdakwa dapat merasakan suatu nilai Keadilan jika apa yang dilakukan sebagai tindak pidana menurut hukumnya, dihukum sesuai dengan berat dari kesalahannya. Dengan demikian si terdakwa merasakan bahwa hukumannya adalah sebanding atau setimpal dengan kesalahan yang telah diperbuat, dan apa yang dianggapnya sebagai hal yang setimpal atau sebanding itu, merupakan pencerminan dari nilai Keadilan yang ideal. Jika hukumannya dirasakan tidak sebanding atau setimpal, maka hukuman itu dapat dinyatakan sebagai perwujudan yang melawan nilai-nilai ideal dalam Keadilan. Disinilah nilai Keadilan berfungsi menetukan secara nyata, apa yang pantas diterima oleh seseorang sebagai konsekuensi lanjutan dari norma hukum yang mengaturnya.
Sumber : E. Fernando M Manullang “Hukum Berkeadilan” *dengan perubahan seperlunya