Rasio Gini atau indeks Gini adalah salah satu pendekatan untuk mengukur ketimpangan distribusi pendapatan sebagai indikator penting untuk menilai tingkat ‘kebenaran’ di suatu negara, walaupun indikator Indeks Gini memiliki beberapa kekurangan. Indeks Gini memiliki koefisien antara 0 sampai dengan 1, dimana 0 menunjukkan kemerataan sempurna, sementara koefisien 1 menunjukkan ketidakmerataan sempurna dengan istilah lain terjadi penguassan sebagian besar sektor ekonomi oleh pihak tertentu (;monopoli).
Ada peningkatan tajam dalam ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi di Indonesia pada era pasca-Suharto. Periode demokrasi dan desentralisasi di era pasca-Suharto menciptakan lingkungan yang memungkinkan meningkatnya ketidaksetaraan/ketidakmerataan yang terjadi di masyarakat Indonesia, sementara pada tahun 1990-an rasio Gini Indonesia mencapai rata-rata 0,30, naik menjadi rata-rata 0,39 pada tahun 2000-an dan tetap stabil antara 0,40 sampai dengan 0,41 pada tahun 2011-2015, sedangkan di tahun 2016 dan 2017 sedikit turun pada area koefisien 0,39 dan sepertinya ada tren turun di tahun 2018 ini ditunjukkan pada semester pertama 2018 koefisien IG sedikit menyentuh di area 0,389.
Tingkat ketidakadilan atau ketidakmerataan yang tinggi dalam masyarakat adalah ancaman dalam pembangunan, hal tersebut tidak hanya membahayakan kohesi sosial tetapi juga membahayakan stabilitas politik dan ekonomi. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Bank Dunia menunjukkan bahwa negara-negara dengan distribusi kekayaan yang sama/merata cenderung tumbuh lebih cepat dan lebih stabil dibandingkan dengan negara-negara yang menunjukkan tingkat ketidaksetaraan/ketidakmerataan yang tinggi.
Selain ketidakmerataan secara keseluruhan di Indonesia, ada juga tingkat ketidakmerataan yang tinggi di antara berbagai daerah di dalam negeri atau daerah. Misalnya pulau Jawa, khususnya wilayah Jabodetabek, berkontribusi sekitar 60 persen terhadap total perekonomian Indonesia. Direct Invesment juga sangat terkonsentrasi di pulau yang menyebabkan meningkatnya ketidaksetaraan antara Jawa dan pulau-pulau terluar di Indonesia.
Apa yang dapat dilakukan pemerintah untuk memerangi ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia? Strategi utama adalah meningkatkan peluang kerja bagi masyarakat Indonesia dengan mendorong pengembangan sektor padat karya (terutama sektor pertanian dan industri manufaktur). Untuk mencapai hal ini, penting untuk menarik direct invesmemt dalam industri padat karya, ini berarti bahwa pemerintah perlu melanjutkan fokusnya untuk meningkatkan iklim investasi di Indonesia).
Sementara itu, pemerintah perlu fokus pada pengembangan pusat pertumbuhan ekonomi baru di luar pulau Jawa untuk mengurangi ketidakmerataan (secara struktural) di antara berbagai daerah. Pembangunan infrastruktur di daerah terpencil adalah salah satu strategi untuk mencapai hal ini (yang akan menyebabkan apa yang disebut multiplier effect). Terakhir, pendidikan dan kesehatan juga harus ditingkatkan secara nasional karena pendidikan tinggi dan gaya hidup sehat cenderung mengarah pada pendapatan yang lebih tinggi.
Namun, kita masih dapat mempertanyakan metodologi koefisien Gini ini, karena ia membagi penduduk dalam lima kelompok, masing-masing berisi 20 persen dari populasi: dari 20 persen terkaya sampai ke 20 persen termiskin. Selanjutnya, koefisien ini mengukur kesetaraan (dan ketimpangan) antara kelompok-kelompok tersebut. Ketika menggunakan koefisien ini untuk Indonesia masalah yang timbul adalah INdonesia memiliki karakter ketidakseimbangan yang ekstrim dalam setiap kelompoknya, sehingga membuat hasil koefisien Gini kurang selaras dengan kenyataan.
Data Indeks Gini 2002 – 2017/2018 ada di sini
Source : BPS dan Indonesia Invesment