Pemulihan krisis
ekonomi dunia dalam pantauan IMF ternyata terjadi dengan kecepatan yang berbeda,pertumbuhan ekonomi pasca krisis di Emerging Markets (EMs) melaju lebih kencang dibanding kondisi di Advanced Economy (AE). Pertumbuhan ekonomi (yoy) dari EMs diperkirakan melaju rata-rata 8% hingga kuartal I 2012. Sedangkan negara G20 yang termasuk AE hanya tumbuh rata-rata 2%. Pertumbuhan ekonomi dunia diproyeksikan kurang lebih 4% hingga kuartal I tahun 2012. Dari kondisi ini, IMF memprediksi ekonomi Asia yang termasuk dalam EMs akan semakin menguat karena keberhasilannya terlepas dari krisis global 2007-2008 dengan cepat.
Namun, IMF memantau adanya resiko baru seiring dengan kecepatan pemulihan ekonomi di Asia, yaitu terjadi euforia pasar kredit dan properti, lonjakan harga bahan pangan, arus modal masuk yang fluktuatif dan dampak gempa bumi di Jepang. Sinyal tren kenaikan harga komoditas pangan di EM nampak terlihat bersamaan dengan kenaikan harga minyak. Harga komoditas pangan ini akan kembali pada tren menurun 2011 hingga 2016. IMF juga melihat hubungan antara celah output dan inflasi sebagai indikasi pembentukan harga optimal dari sisi penawaran.Beberapa negara EM seperti Korea, Singapura, Brazil, India dan Malaysia pada tahun 2011 walaupun mengalami excess supply, tetap menanggung inflasi dikisaran 3% hingga 8%, di mana Malaysia pada batas kisaran terendah dan India berada pada batas teratas. Pertumbuhan ekonomi Asia yang demikian cepat menurut IMF masih didorong oleh konsumsi rumah tangga dan ekspor dengan China sebagai lokomotif pertumbuhan diikuti oleh India, New Industrialized Countries dan Asean-5.
Volume ekspor Asia diperkirakan tumbuh 15% (yoy) melaju beriringan dengan siklus investasi global yang tumbuh 8% (yoy) di negara-negara AE. Kondisi resiko global terus menurun di Asia sejak kuartal IV-2008 yang diikuti dengan lonjakan arus modal masuk ke Asia. Sayangnya, arus modal masuk ini mulai melambat sejak kuartal II-2010 karena kejenuhan pasar dan pemulihan ekonomi di kawasanlain. Dampak gempa di Jepang yang diikuti tsunamidan paparan radiasi nuklir diperkirakan mempengaruhi ekonomi global melalui rantai penawaran (supplychain). IMF menduga kerusakan mencapai 5% dari PDB Jepang.
Sementara itu di pasar kredit, mulai terjadi tren eskalasi kredit pada sektor riil di EMs sebesar 20% disetahunkan. Prospek cemerlang kekuatan ekonomi Asia ditanggapi IMF dengan pertanyaan benarkah akan terjadi pemanasan ekonomi Asia. Paling tidak IMF telah membaca adanya rambatan dampak kenaikan harga pangan dan energi ke tingkat inflasi dan ini telah mempengaruhi ekspektasi konsumen di Asia. Celah output terus menyempit, sehingga secara logika kecepatan ekonomi untuk tumbuh (speed of adjustment) juga akan cenderung melambat. Inflasi diduga akan mencapai puncak pada tahun 2011.
Sekali lagi IMF sangat menaruh perhatian pada akselerasi yang menguat pada pertumbuhan kredit di mana China, Brazil, Turki, Colombia telah melebihi batas kondisi credit boom di masing-masing negara tersebut yang memicu pemanasan ekonomi dan krisis. Kondisi pertumbuhan kredit dalam 5 tahun terakhir di Indonesia menurut IMF sudah mencapai 60% di mana credit boom 1997 yang memicu krisis sebesar 65-70%. IMF mengisahkan pula kondisi likuiditas di sistem keuangan Hong Kong yang terlihat ada eskalasi uang beredar (M2) sedemikian cepat bersamaan dengan peningkatan pertumbuhan kredit (mortgage) perumahan yang tinggi. Akibatnya, harga rumah di Hong Kong melonjak. Atas hal ini IMF menggarisbawahi sebagai resiko yang perlu dicermati.
Seakan mengingatkan ditengah gempita pertumbuhan ekonomi Asia yang melesat, IMF merekomendasikan untuk mengatur kebijakan nilai tukar yang dapat mengakomodasi tekanan inflasi untuk menghindari gelembung ekonomi yang mulai terbentuk.
Sumber : Kajian Forum Ekonomi Indonesia