Misi utama seorang pemimpin adalah melakukan perubahan. Oleh karena itu wajar jika setelah beberapa waktu seseorang diangkat sebagai pemimpin, segera dipertanyakan tentang perubahan apa yang telah dilakukan. Pertanyaan itu adalah wajar, oleh karena semua orang selalu menghendaki perubahan itu.
Perubahan adalah keniscayaan. Semua rasul yang diutus ke dunia ini adalah untuk melakukan perubahan, tidak terkecuali rasul terakhir yaitu Muhammad saw. Perubahan yang dilakukan Nabi terakhir, bahkan sangat mendasar, menyangkut tentang keyakinan. Masyarakat yang semula menyembah banyak Tuhan, dialihkan menjadi penyembah Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, masyarakat yang dikenal biadab diubah menjadi masyarakat yang berperadaban. Maka, seorang pemimpin memang selalu dituntut melakukan perubahan.
Melakukan perubahan tidak mudah dan kadang sangat pelik. Hal itu terjadi karena masyarakat selalu bersifat kontradiktif. Masyarakat pada umumnya selalu memiliki keinginan yang berlawanan arah. Pada satu sisi mereka menginginkan perubahan, tetapi pada waktu yang bersamaan mereka juga ingin mempertahankan tradisinya. Suatu ketika mereka menginginkan perubahan, namun pada saat yang bersamaan, mereka tidak mudah meninggalkan tradisinya. Mereka menganggap bahwa tradisi harus dipertahankan, karena sudah terlanjur dirasakan sebagai yang mengenakkan.
Keanehan-keanehan tersebut tidak saja terjadi di kalangan masyarakat pada umumnya, tetapi ternyata juga terjadi di lingkungan perguruan tinggi. Seorang mahasiswa merasa senang tatkala memperoleh bahan kuliah yang sama dengan pengetahuan yang telah didapatkan sebelumnya. Mereka menyebutnya cocok dan dirasakan menyenangkan. Sebaliknya jika uraian sang dosen berbeda dengan apa yang dipahami sebelumnya, maka dianggap menyimpang, dan jika mungkin harus harus ditentang.
Persoalan di seputar psikologis, sosiologis, budaya dan bahkan politis mengakibatkan seorang pemimpin mengalami kesulitan dalam melakukan perubahan. Tugas-tugas melakukan perubahan selalu tidak mudah dilakukan. Oleh karena itu, seorang pemimpin dalam melakukan perubahan harus bersikap arif dan cerdas. Sebagai salah satu cara yang agaknya tepat dilakukan adalah lewat suasana yang menggembirakan. Pada kenyataannya, menggembirakan orang itu tidak selalu mudah. Masing-masing orang memiliki kebutuhan dan keinginan yang beraneka ragam. Itulah sebabnya muncul teori-teori perubahan, misalnya lewat memotivasi, persuasi dan juga kalau perlu menggunakan paksaan atau sering dikenal dengan istilah by force.
Melakukan perubahan di lingkungan perguruan tinggi mestinya menggunakan pendekatan yang khas, mengingat orang-orangnya memiliki karakteristik tersendiri, misalnya memiliki kebebasan, terbuka, dan rasional. Atas dasar kenyataan itu pemimpin perguruan tinggi seharusnya menempatkan dirinya sebagai sumber ide, perekat visi dan misi, fasilitator, serta sebagai sahabat yang dinamis terhadap seluruh warganya. Wallahu a’lam
Sumber : Tulisan Rektor (Universitas Islam Negeri) UIN Maulana Malik Ibrahim Malang