Pindah kuadran adalah satu istilah yang menjadi sangat populer lantaran buku best seller bertajuk Rich Dad, Poor Dad karangan Robert T. Kiyosaki. Isitilah ini merujuk pada perpindahan dari kuadran seorang pekerja (employee) bergerak menuju kuadran business owner
atau entrepreneuer. Dari seseorang yang tiap bulan menerima gaji secara konstan, bergerak menjadi manusia mandiri yang create their own wealth

Pilihan menjadi entrepreneur kini tampaknya memang tengah digandrungi banyak orang; dan ini tentu saja merupakan sebuah hal yang layak disukuri dan memang negeri tercinta ini masih sangat membutuhkan barisan manusia mandiri yang berani mengambil resiko menjadi wirausahawan/wati. Sebuah keberanian untuk meretas jalan panjang demi meraih apa yang acap disebut sebagai financial freedom.
Pertanyaannya adalah : jika kita sudah terlanjur menjadi pekerja kantoran (employee) dan mungkin kini tengah menikmati sebuah comfort zone, apa yang mesti harus dilakukan untuk pindah kuadran? Dan kapan sebaiknya pindah kuadran? Tak ada jawaban baku disini, sebab seperti kata pepatah “ada banyak jalan menuju Roma”. Demikian pula, mungkin ada seribu jalan untuk melakoni proses perpindahan kuadran. Namun disini, ada beberapa catatan yang mungkin layak untuk digenggam.
Catatan yang pertama adalah ini: kalaulah kelak Anda ingin menyodorkan resignation letter dan bertekad bulat full time menjalani wirausaha, pastikan bahwa probalilitas keberhasilan bisnis/usaha yang akan Anda tekuni itu setidaknya berada pada kisaran angka 70 %. Aturan inilah yang musti terapkan untuk memutuskan pindah kuadran, dan secara full time menekuni usaha secara mandiri. Jadi pastikan keyakinan anda bahwa usaha yang akan ditekuni ini memiliki probabilitas 70 % akan berhasil, jangan sampai meleset.
Pertanyaan berikutnya : dari mana angka 70 % diperoleh? Ya tentu saja berdasar analisa atas potensi pasar. Ini bisa dilakukan dengan cara observasi, survei secara sederhana, ataupun berdasar kisah kegagalan/keberhasilan serta pengalaman dari para pelaku bisnis di bidang yang akan Anda tekuni. Angka itu juga mesti memperhatikan kapabilitas internal Anda dalam menjalani usaha yang akan ditekuni.
Namun pada akhirnya, semua juga terpulang pada your personal judgement. Kalau Anda bermental penakut, meskipun secara rasional hasil analisa menunjukkan bahwa 70 % usaha ini akan berhasil, namun mungkin hati kecil Anda akan selalu bilang “rasanya peluang bisnis ini untuk berhasil kok cuman 20 % saja….”. Wah, kalo begini mindset sampeyan, ya ndak jalan-jalan. Kalu begini, berarti mindset Anda yang perlu direparasi.
Catatan yang kedua adalah ini : kalaulah Anda belum berani full time pindah kuadran, maka tentu saja Anda bisa menjalani apa yang saya sebut sebagai “double kuadran”. Bekerja di kantor tetap dilakoni, namun perlahan-lahan mulai merintis bisnis secara mandiri. Kelak kalau roda bisnis itu ternyata bisa memberikan income yang memadai, baru kemudian mengajukan pengunduran diri dari kantor. Model semacam ini menjanjikan rute yang lebih aman, dan sudah banyak kisah keberhasilan yang tersaji melalui rute double kuadran ini. Melalui smart management atau juga melalui pengaturan waktu yang tepat, pilihan model ini rasanya sangat layak untuk dicoba.
Pertanyaan terakhir : lalu apa dong kira-kira bisnis yang harus saya lakukan? Nah ini pertanyaan yang mudah dijawab. Silakan saja datang ke toko buku Gramedia atau toko buku terdekat anda. Disitu Anda akan segera melihat puluhan atau mungkin ratusan buku tentang beragam peluang bisnis : mulai dari kiat bisnis waralaba, peluang bisnis baju koko, bisnis rumah makan, bisnis jualan obat, bisnis secara online, bisnis jualan air isi ulang, bisnis properti…….semua ada, tinggal dipilih-pilih mana yang paling cocok menurut Anda.
Akhir kata, selamat mencoba dan berjuang menjadi juragan. Yang penting jangan terlalu banyak dipikir-pikir. Just do it now. Take action. Dan biarkan waktu yang menilai apakah kita akan berhasil, atau masih harus terus berjuang.

Sumber : MyDocumen

Baca juga :
                  Kinerja dan Kepemimpinan
                  Misteri Sebab Akibat
                  Kecerdasan dan Kearifan
                  Hidup Tidak Sekedar Hidup