Model kualitas layanan (service quality model) menjelaskan cara mencapai kualitas layanan yang diinginkan. Pencapaian kualitas yang diinginkan dalam layanan berbeda dari produk nyata, karena evaluasi didasarkan pada harapan dan sikap lebih dari data tentang keandalan (reliability).  Beberapa service quality model) yang paling populer adalah SERQUAL model, RATER Model, Gronroos Model, Gummesson Model dan Performance-Importance Model.

SERVQUAL Model, Serqual model adalah metode yang digunakan untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan kualitas layanan. Model ini ditawarkan oleh A. Parasuraman, V. Zeithaml dan L. Berry pada tahun 1988. Ide utamanya didasarkan pada 5 gaps. Metode ini adalah salah satu alat pertama yang dibuat untuk mengevaluasi dan meningkatkan kualitas layanan,sehingga model ini paling populer dari model service quality lainnya. 5 gaps dari model ini adalah:

  1. Expected service vs. management perception
  2. Management perception vs. Service design
  3. Service design vs. Service delivery
  4. Service delivery vs. Communication
  5. Expected vs. perceived service

SERVPERF, Model ini diciptakan atas dasar kritik dari model SERVQUAL oleh J.J. Cronin dan S.A. Taylor pada tahun 1994. Mereka mengklaim bahwa studi Parasuraman tentang hubungan antara kualitas yang diharapkan (expected service) dan experience quality bukanlah pendekatan yang tepat untuk penilaian kualitas. SERVPERF mengukur kualitas sebagai sikap, bukan kepuasan. Namun ia menggunakan ide kualitas layanan yang dirasakan yang mengarah kepada kepuasan. Lebih jauh dari itu, yaitu menghubungkan kepuasan dengan motivasi dan niat pembelian ulang. SERVPERF adalah SERVQUAL, dengan demikian menggunakan kategori yang sama untuk menilai kualitas layanan (model RATER).

RATER Model adalah evolusi metode SERVQUAL yang disajikan oleh A. Parasuraman, V. Zeithaml dan L. Berry pada tahun 1988. Ide utamanya didasarkan pada 5 gaps. Model ini mengusulkan bahwa perbedaan antara kualitas yang diharapkan dan yang dirasakan harus dievaluasi dalam 5 dimensi yaitu reliability (kehandalan), assurance (jaminan), tangibility (berujud), empaty dan responsibility (daya tanggap).

Grönroos Model mengidentifikasi tiga dimensi kualitas layanan yaitu technical quality, functional quality dan image. Technical quality menggambarkan apa yang diterima pelanggan sebagai hasil interaksi dengan perusahaan, dan yang penting baginya adalah untuk mengevaluasi kualitas layanan.Functional quality menggambarkan bagaimana pelanggan mendapatkan hasil teknis, yang meliputi: komunikasi, kompetensi, staf dan sebagainya. Image menjelaskan bagaimana membangun kualitas layanan melalui kesempurnaan technical dan functional quality.

Model ini merupakan alat pengukuran yang baik untuk penilaian kualitas layanan. Namun hubungan antara kualitas yang dirasakan dan kepuasan pelanggan atas dimensi yang disebutkan di atas tidak jelas.
Model Gummesson, Gummesson mengusulkan model di mana kualitas layanan terdiri dari kualitas dan kepuasan yang dirasakan. Berdasarkan model Grönroos ia mendeskripsikan empat dimensi kualitas yaitu design quality, product qualityq delivery quality dan relational quality.

Importance-Performance Model, model ini ditawarkan oleh Martilla & James tahun 1977. Importance-Performance Model mencoba untuk menunjukkan hasil evaluasi kualitas pada suatu grid di mana satu sumbu adalah performance dan sumbu lainnya adalah tingkat kepentingan (importance).  Evaluasi dari model ini akan tergantung dan ditunjukkan pada kuadran yang terdiri dari empat elemen layanan yang menghasilkan empat kemungkinan. 

Kuadran 1 menggambarkan performance tinggi dan importance tinggi. Hasil evaluasi ini adalah dipertahankan karena hal ini menunjukkan kerja bagus. Kuadran 2 memggbarkan performance tinggi-low importance. Sehingga hasil evaluasi adalah adanya kemungkin penggunaan sumberdaya atau hal yang berlebihan dan sebenarnya tidak penting. Kuadran 3 menunjukkan low performance – low. importance, hasil evaluasi adalah kualitas dengan prioritas rendah. Terakhir adalah Kuadran 4 yang menunjukkan low peeformance-high importance. Hasil evaluasinya adalah berkonsentrasi pada kinerja atau perfomance.

 
 
 
Baca juga :
                 Meningkatkan Kepuasan Pelanggan
                 Memahami Perilaku Konsumen
                 Viral Marketing